oleh

Pemerhati Kebijakan Publik Nilai Program MBG di Lampung Kurang Efektif

LAMPUNG BARAT – Pemerhati Kebijakan Publik, Satoris M Baki, menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digulirkan pemerintah berpotensi kurang efektif dalam penerapannya. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat manfaat program ini tidak bisa dirasakan secara maksimal oleh seluruh peserta didik.

Satoris menekankan, kondisi penerima manfaat MBG berbeda-beda, baik dari sisi kesehatan maupun selera makan. Hal itu membuat menu standar yang disiapkan belum tentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing pelajar.

“Setiap individu memiliki kondisi yang berbeda. Kalau menunya diseragamkan, tidak semua siswa bisa menerima dengan baik. Ada yang cocok, ada juga yang tidak,” jelas Satoris, Senin (22/9/2025).

Ia mencontohkan, bagi anak-anak yang memiliki riwayat kesehatan tertentu, justru ada kekhawatiran program MBG ini bisa menimbulkan masalah baru. Menu yang tidak sesuai kondisi medis dikhawatirkan memperburuk kesehatan peserta didik.

“Misalnya ada siswa yang oleh dokter dianjurkan lebih banyak makan sayur dan mengurangi konsumsi telur atau ikan. Kalau menu MBG tetap menyajikan telur atau lauk tertentu, tentu tidak sesuai,” kata Satoris.

Begitu juga dengan penggunaan minyak dalam masakan. Menurutnya, tidak sedikit pelajar yang sedang mengalami gangguan kesehatan seperti batuk atau alergi, sehingga makanan berminyak seharusnya dikurangi.

“Kalau menunya pakai banyak minyak, sementara ada siswa yang kondisinya tidak boleh konsumsi berlebihan, itu bisa menimbulkan masalah,” imbuhnya.

Satoris menegaskan, maksud dari program MBG sebenarnya baik, yakni untuk mendukung gizi seimbang bagi pelajar. Namun, tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatan individu, program ini berpotensi tidak tepat sasaran.

“Tujuannya memang bagus, ingin meningkatkan gizi anak-anak sekolah. Tapi pelaksanaannya harus disesuaikan dengan situasi nyata di lapangan,” ujarnya.

Ia mengingatkan agar pemerintah tidak sekadar menjalankan program secara seremonial. Yang terpenting, kata dia, adalah bagaimana manfaat langsung benar-benar dirasakan oleh peserta didik tanpa menimbulkan dampak negatif.

“Kalau hanya sekadar dijalankan tanpa memperhatikan detail, ya program ini bisa jadi sekadar formalitas. Harus ada evaluasi terus-menerus,” jelasnya.

Menurut Satoris, pendekatan personal dan fleksibilitas menu menjadi kunci agar program MBG benar-benar bermanfaat. Pihak sekolah juga perlu dilibatkan secara aktif dalam menyesuaikan menu sesuai kebutuhan kesehatan siswa.

“Sekolah itu yang paling tahu kondisi anak-anak. Maka penyusunan menu sebaiknya tidak kaku, tetapi bisa disesuaikan,” katanya.

Ia berharap pemerintah segera melakukan kajian mendalam terhadap kelemahan program MBG. Dengan begitu, program ini tetap berjalan, tetapi lebih tepat sasaran dan mampu meningkatkan kualitas gizi peserta didik.

“Jangan sampai niat baik ini justru menimbulkan masalah baru. Evaluasi dan perbaikan harus menjadi prioritas,” pungkas Satoris. (Riyan)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed